Badan Pusat StatistikBadan Pusat Statistik
Badan Pusat Statistik

Indeks Ketahanan Pangan

Indeks Ketahanan Pangan

6 Mei 2015 | Kegiatan Statistik


Sensus Pertanian (ST2013) telah dilaksanakan oleh BPS dengan beberapa perubahan dari ST sebelumnya. Perubahan tersebut antara lain cakupan, unit pencacahan, konsep rumah tangga pertanian, populasi komoditi pertanian, bahkan petugas serta kuesioner. Beberapa tahapan mulai dari pencacahan lengkap usaha pertanian, dilanjutkan pencacahan rinci dengan Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian (SPP) serta Survei Struktur Ongkos Komoditas Pertanian Strategis dalam setiap subsektor pertanian telah dilaksanakan demi menyediakan data statistik berkualitas untuk kesejahteraan petani yang lebih baik. 

Seiring proses berjalan, diseminasi hasil ST2013 juga dilakukan secara bertahap mulai dari angka sementara, angka tetap, dan populasi menurut subsektor. Untuk melengkapinya, BPS juga menyajikan beberapa analisis berdasarkan hasil ST2013 seperti analisis potensi pertanian hasil pendataan lengkap ST2013, analisis sosial ekonomi petani serta analisis profil subsektor unggulan. Upaya ini merupakan bagian tanggung jawab BPS menyediakan informasi strategis bagi pemerintah untuk pengambilan kebijakan dalam hal statistik pertanian. 

Banyak informasi berguna yang bisa didapat dari ST2013, salah satunya mengenai pangan. Sesuai amanat Undang-undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012 tentang pangan maka negara berkewajiban mewujudkan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Sehubungan dengan itu, Direktorat Analisis dan Pengembangan Statistik (DAPS) berusaha memanfaatkan secara optimal data ST2013 tersebut, salah satunya dengan menyusun Indeks Ketahanan Pangan (IKP). Menggelar sebuah workshop bertajuk Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Usaha Pertanian di Jakarta tanggal 15–18 Oktober 2014, Margo Yuwono, Direktur Analisis dan Pengembangan Statistik dan tim DAPS menyampaikan pemanfaatan data ST2013 untuk penghitungan IKP. 

Data IKP dapat menjelaskan ketahanan pangan suatu daerah. Indeks ini disusun dari tiga dimensi yaitu ketersediaan pangan, keterjangkauan/akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Data untuk penghitungan bersumber dari hasil SPP. Keterbatasan data pada survei ini menyebabkan IKP dihitung melalui pendekatan skoring jawaban-jawaban pada kuesioner yang dikelompokkan menjadi tiga dimensi. Keterbatasan itu pula menyebabkan dimensi ketersediaan pangan hanya diwakili oleh aspek kecukupan pangan. Dimensi keterjangkauan/akses pangan diwakili aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial. Sementara untuk dimensi pemanfaatan pangan diwakili oleh dua aspek, yaitu aspek kecukupan asupan serta aspek kualitas air. 

Aspek kecukupan pangan dilihat dari tiga indikator yaitu kecukupan persediaan pangan, tidak kekurangan pangan ,dan ketakutan kekurangan pangan. Indikator tersebut diperoleh dari kuesioner SPP dengan pemberian skor. 

Aspek keterjangkauan fisik, ekonomi, dan sosial diperoleh dari tiga indikator yaitu indikator pangan yang diproduksi di kecamatan, indikator tidak mengalami kesulitan menjangkau pembelian serta indikator harga pembelian tidak tinggi. 

Aspek kecukupan asupan dideteksi dari indikator tidak ada balita yang kurang gizi atau berat badan yang rendah serta indikator tidak adanya balita yang meninggal karena sakit. 

Aspek kualitas air diwakili oleh indikator sumber air minum utama dan indikator sumber air untuk memasak. Semakin baik kualitas air yang dimanfaatkan rumah tangga akan menghindarkan anggota rumah tangga mengalami kesehatan yang buruk. 

Masing-masing aspek dibuat skoring kemudian dikonversikan dalam persentase. IKP diperoleh dari rata-rata persentase ketiga dimensi yang telah dihitung. Dengan batasan satu standar deviasi, dibuatlah pengkategorian IKP daerah yaitu Kurang Tahan Pangan, Cukup Tahan Pangan dan Tahan Pangan Tinggi. 
Alhasil Sensus Pertanian 2013 menunjukkan kurangnya ketahanan pangan rumah tangga pada beberapa provinsi. Secara umum, nilai IKP Kawasan Timur Indonesia masih tertinggal dibandingkan Kawasan Barat Indonesia. Perbandingan antarpulau menunjukkan hanya Pulau Jawa yang nilainya di atas rata-rata nilai IKP Nasional. IKP Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) Tanaman Pangan mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan subsektor lainnya karena berkaitan dengan ketersediaan pangan. Di sisi lain tidak ada perbedaan IKP yang signifikan antar jenis pendapatan rumah tangga. Artinya, dengan pendapatan sebesar apapun bukan hal yang sulit bagi RTUP untuk mendapatkan bahan pangan.
Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik

Badan Pusat Statistik (BPS - Statistics Indonesia) Jl. Dr. Sutomo 6-8 Jakarta 10710 Indonesia

Telp (62-21) 3841195

3842508

3810291

Faks (62-21) 3857046

Mailbox : bpshq@bps.go.id

logo_footer

Hak Cipta © 2023 Badan Pusat Statistik